LUWUK - Kisah Yuda, pria asal Makassar, Sulawesi Selatan, membuka mata pemerintah daerah tentang pentingnya fasilitas perlindungan bagi warga terlantar. Tanpa keluarga dan sedang menderita dua penyakit serius—tuberkulosis (TBC) dan kusta—Yuda kini dirawat di RSUD Luwuk setelah ditemukan tinggal di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Hanga-Hanga, Kecamatan Luwuk Selatan.
“Saya barusan dari RSUD Luwuk menjenguknya,” kata Kepala Dinas Sosial Kabupaten Banggai, Rudi K. Bullah, kepada wartawan, Selasa (9/9/2025). “Ia sakit dari Makassar. Ia menderita penyakit TBC dan kusta.”
Menurut Rudi, Yuda dikategorikan sebagai orang terlantar karena tidak memiliki rumah tetap maupun keluarga yang bisa merawatnya. Kasus seperti ini, tegasnya, bukan yang pertama kali terjadi dan menjadi tugas pokok Dinas Sosial untuk memberi perlindungan. “Kami memang punya mandat untuk menangani orang terlantar, tetapi dukungan fasilitas masih sangat terbatas,” ujarnya.
Pengalaman menangani Yuda membuat Dinas Sosial Banggai semakin yakin bahwa daerah ini memerlukan rumah singgah—tempat penampungan sementara yang mampu memberikan layanan terpadu bagi warga rentan. “Kami butuh rumah singgah,” tutur Rudi. “Pengelolanya nanti tidak hanya dari Dinas Sosial, tetapi juga melibatkan kepolisian, dokter, dan psikiater. Usulan program rumah singgah itu sudah kami sampaikan ke pemerintah daerah.”
Rudi menambahkan, rumah singgah akan berfungsi tidak hanya sebagai tempat berlindung, tetapi juga pusat pemulihan kesehatan dan pemantauan sosial. “Dengan adanya rumah singgah, penanganan kasus seperti Yuda bisa lebih cepat dan menyeluruh. Warga yang sakit, kehilangan keluarga, atau mengalami masalah kesehatan mental tidak akan dibiarkan sendirian,” katanya.
Selama ini, Dinas Sosial harus mengandalkan koordinasi dengan rumah sakit dan aparat setempat untuk menampung warga yang ditemukan terlantar, langkah yang dinilai belum cukup efektif. “Kami berharap dukungan anggaran dari pemerintah daerah agar rumah singgah bisa segera terwujud,” tegas Rudi.
Kasus Yuda kini menjadi simbol urgensi layanan sosial yang lebih lengkap. Bagi Dinas Sosial Banggai, pendirian rumah singgah bukan sekadar program tambahan, tetapi kebutuhan mendesak untuk memastikan tidak ada warga yang terabaikan ketika menghadapi sakit, kemiskinan ekstrem, atau keterlantaran.