CATATAN REDAKSI

Sejak lama, petani di Desa Siuna, Kabupaten Banggai, berjuang menghadapi dampak buruk dari aktivitas tambang nikel yang merusak lahan pertanian mereka. Gagal panen telah menjadi hal yang terus-menerus dialami akibat sawah yang tercemar limbah nikel. Meskipun keluhan warga telah disampaikan berkali-kali, solusi dari pemerintah dan perusahaan tambang belum juga terealisasi. Akibatnya, petani semakin terhimpit dan kesulitan.

Tuntutan untuk menghentikan aktivitas tambang kembali mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh DPRD Banggai pada Juli 2025. Bupati Banggai, Amirudin, pun menegaskan bahwa tidak ada ruang untuk kelalaian dalam pengelolaan lingkungan, dan seruan untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar aturan semakin keras terdengar.

Pada 20 Februari 2023, perjuangan petani Desa Bantayan, Kecamatan Luwuk Timur, juga memperlihatkan semangat tak kenal lelah. Mereka berupaya keras untuk menjaga ketahanan pangan, meski lahan yang mereka olah sudah tercemar oleh limbah nikel sejak 2008. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa produk pertanian mereka, seperti cabai, terong, dan tomat, mengandung nikel. Meskipun kadar nikel dalam tanaman tersebut masih dalam batas yang relatif kecil, dampak jangka panjangnya terhadap kesehatan tetap menjadi ancaman serius.

Kali ini banggainesia.com khusus mengemas berita tentang dampak tambang di Siuna dan sekitarnya. Dalam pemberitaan ini, warga menegaskan bahwa dampak tambang nikel bukan hanya soal kerusakan lingkungan, tapi juga tentang masa depan kesehatan mereka.

Saatnya untuk membaca berita dan berpikir—apakah kita akan terus membiarkan kesejahteraan rakyat terancam demi kepentingan industri? Petani yang terus berjuang untuk bertahan hidup di tengah kerusakan lingkungan membutuhkan solusi yang konkret dan cepat. Sudah waktunya bagi semua pihak untuk mengambil langkah nyata.

Bagikan
Editorial