CATATAN REDAKSI

Sengkarut agraria kembali menjadi potret buram relasi antara rakyat dan kekuasaan modal. Kali ini, konflik yang menyeret warga Kelurahan Sisipan, Batui, menghadirkan ironi yang dalam: dari barisan perlawanan ke barisan penjamin. Empat tokoh masyarakat yang sebelumnya teguh mempertahankan lahan dari ekspansi PT Matra Arona Banggai (MAB), kini justru menjamin kelancaran kerja perusahaan yang dulu mereka tolak keras. Perubahan sikap ini datang bukan karena kesepakatan win-win, tetapi setelah mereka dijadikan tersangka.

Apakah hukum menjadi alat kompromi untuk menekan sikap warga yang bersuara? Atau justru publik sedang diajak melihat wajah lain dari perlawanan yang rapuh di hadapan tekanan kuasa? Pertanyaan ini tidak bisa dibiarkan menggantung, apalagi dalam iklim demokrasi lokal yang sedang diuji integritasnya.

Di saat bersamaan, ruang politik di Banggai juga tengah bergolak. Isu "dapil bayangan" menjadi tajuk utama dalam dinamika menjelang kontestasi 2024. Menggoreng isu daerah pemilihan di ruang publik tanpa kejelasan regulasi bukan hanya menyesatkan, tapi juga menggerus kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi representatif.

Majalah Banggainesia edisi kali ini mengangkat dua sisi wajah Banggai: konflik lahan yang menghimpit rakyat kecil, dan politik lokal yang makin sarat manuver tanpa arah substansi. Di tengah keduanya, publik dituntut tetap waras dan kritis.

Bagikan
Editorial