HOME RUBRIK PUBLIKA

Jejak Rekam Keluhan Petani Siuna

Sejak lama, petani di Desa Siuna, Kabupaten Banggai, telah menghadapi masalah yang terus berulang: gagal panen akibat sawah yang tercemar limbah nikel dari aktivitas tambang. Meski keluhan sudah disampaikan berkali-kali, solusi nyata tak kunjung datang. Aktivitas enam perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah tersebut tetap berjalan, sementara petani terus merugi.

Rentawa Petani Dusun 3 Desa Siuna (Foto Dewi S)

Terhitung dari Tahun 2022, petani di Desa Siuna, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, telah mengalami gagal panen berulang kali. Meski keluhan itu sudah disampaikan ke pemerintah dan DPRD Banggai, hingga tahun 2025, solusi belum juga datang. Enam perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah tersebut, tetap melanjutkan aktivitasnya tanpa ada tindakan yang signifikan.

Tuntutan untuk menghentikan kegiatan tambang pun kembali mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Banggai pada Kamis, 24 Juli 2025.

Enam perusahaan tambang yang diadukan oleh warga adalah PT Penta Dharma Karsa, PT Prima Dharma Karsa, PT Prima Bangun Persada Nusantara, PT Integra Mining Nusantara Indonesia, PT Anugerah Bangun Makmur, dan PT Bumi Persada Surya Pratama. Namun, masalah yang terus berlarut-larut ini seharusnya bisa diatasi lebih cepat.

Sejak awal 2023, petani di Desa Siuna sudah melaporkan masalah gagal panen akibat sawah yang tercemar limbah nikel. Bahkan, sejak pertengahan 2022, para petani telah mengeluhkan kondisi yang sama: sawah mereka selalu terendam air keruh dan merah setiap kali hujan turun.

Liputan Wawancara Tahun 2023

Rentawan (70), seorang petani dari Dusun III Desa Siuna, mengenang betapa besar kerugian yang mereka alami. "Hujan sedikit saja, sawah kami langsung terendam air merah. Bagaimana kami tidak menangis, padi yang kami tanami mati karena terkena air merah itu," ungkapnya dengan nada penuh keprihatinan. Sebelum aktivitas pertambangan dimulai, Rentawan dapat meraih pendapatan antara Rp18-20 juta per hektare per musim panen. Namun, kini pendapatan itu turun drastis. "Sekarang, hanya Rp7-8 juta per hektare, dengan modal minimal Rp7 juta. Hasilnya sangat tidak mencukupi," keluhnya.

Rentawan, yang sudah 35 tahun menjadi petani padi, berharap agar perusahaan tambang yang beroperasi di desanya menepati janjinya untuk memberikan ganti rugi kepada para petani yang lahan pertaniannya tercemar oleh limbah nikel. "Hingga saat ini, pihak perusahaan tidak pernah menepati janji ganti rugi tersebut, padahal lahan persawahan ini adalah sumber kehidupan kami," lirihnya.

Senada dengan Rentawan, Masangka Uto Dg Sarabang atau Aco, yang juga merupakan petani di Desa Siuna, meyakini bahwa ratusan hektare lahan persawahan di desa tersebut sudah tak layak lagi untuk bertani akibat dampak aktivitas tambang. "Setiap kali hujan turun, sawah kami terendam air yang bercampur lumpur berwarna merah. Bagaimana tanaman bisa subur jika sawahnya terendam air merah?" keluh Aco, yang telah lama bergelut di dunia pertanian.

Aco juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang pernah menawarkan bantuan. "Semuanya tidak ada hasilnya. LSM-LSM itu hanya mencari keuntungan di balik penderitaan petani. Petani bahkan sampai terlilit hutang demi memperjuangkan haknya," ujarnya dengan nada kesal.

Kini, para petani di Desa Siuna berharap agar dinas terkait turun langsung untuk meninjau kondisi lahan mereka. "Kami berharap dinas terkait meninjau langsung kondisi persawahan yang ada. Sudah empat musim petani mengalami kerugian akibat gagal panen, dan perusahaan harus mengganti seluruh lahan yang telah tercemar karena tak bisa lagi digunakan untuk bertani," tegas Aco.

Sementara itu, meskipun masalah ini telah dilaporkan sejak lama, belum ada langkah konkret dari pihak terkait untuk menangani keluhan warga.

Selanjutnya dengan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Banggai pada 24 Juli 2025, menunjukkan bahwa tekanan dari masyarakat semakin besar, namun tantangan untuk menyelesaikan masalah ini masih berat. Para petani kini berharap ada keberpihakan nyata dari pemerintah dan perusahaan untuk mengembalikan tanah mereka yang telah tercemar dan membantu memulihkan sumber kehidupan mereka.

Publika

Bupati Banggai Kesal Enam Perusahaan Tambang Nikel Rusak Lingkungan

Bupati Amirudin Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Kelalaian dalam Pengelolaan Lingkungan, Serukan Tindak Tegas Perusahaan yang Langgar Aturan.

Publika

Limbah Nikel Melekat dan Meracuni Hasil Tani

Hasil uji laboratorium mengingatkan kita bahwa dampak lingkungan dari industri pertambangan, khususnya nikel, jauh lebih kompleks dari sekadar kerusakan alam. Dampaknya meluas hingga ke ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat

Jajak Pendapat

Pemerintah berencana mengkombinasikan iuran BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta bagi keluarga mampu. Apakah Anda setuju kelas khusus BPJS Kesehatan