GAZA - Dunia jurnalisme kembali berduka. Lima jurnalis Al Jazeera dilaporkan tewas akibat serangan udara Israel di dekat Rumah Sakit Al-Shifa, Gaza City, Palestina, Minggu (10/8/2025).
Dilansir BBC, serangan tersebut menghantam tenda para jurnalis yang berada di gerbang utama rumah sakit. Al Jazeera menyebut gempuran itu sebagai pembunuhan yang ditargetkan terhadap kebebasan pers.
Kelima korban adalah koresponden Anas al-Sharif dan Mohammed Qreqeh, serta kamerawan Ibrahim Zaher, Mohammed Noufal, dan Moamen Aliwa. Saat itu, mereka sedang berada di lokasi untuk meliput situasi di sekitar rumah sakit.
Tak lama setelah kejadian, militer Israel (IDF) mengonfirmasi bahwa serangan memang menargetkan Anas al-Sharif. IDF menuduh al-Sharif merupakan pemimpin sel Hamas yang menyamar sebagai jurnalis, dan bertanggung jawab atas serangan roket ke wilayah Israel. Klaim itu, menurut IDF, didasarkan pada intelijen dan dokumen yang mereka temukan di Gaza. Namun, pihak militer tidak menyinggung empat jurnalis lainnya yang ikut tewas.
Secara keseluruhan, sedikitnya tujuh orang meninggal dalam serangan tersebut, lima di antaranya adalah jurnalis Al Jazeera.
Redaktur pelaksana Al Jazeera, Mohamed Moawad, membantah tuduhan Israel. Kepada BBC, ia menegaskan bahwa al-Sharif adalah jurnalis terakreditasi yang menjadi “satu-satunya suara” bagi dunia untuk mengetahui apa yang benar-benar terjadi di Gaza.
Moawad menambahkan, selama perang, Israel melarang jurnalis internasional masuk ke Jalur Gaza. Karena itu, media dunia sangat bergantung pada wartawan lokal.
“Mereka menjadi target di tenda mereka, bukan di garis depan. Faktanya, pemerintah Israel ingin membungkam setiap saluran pelaporan dari dalam Gaza,” tegas Moawad.