Pemilik lahan diwilayah kecamatan Luwuk Timur Kabupaten Banggail kembali menuntut ganti rugi lahan seluas kurang lebih 610 hektare kepada PT Penta Darma Karsa (PDK).
Pasalnya PT PDK sudah melakukan penggusuran tetapi belum ada kompensasi apa pun kepada warga pemilik lahan. Sementara manajemen PT PDK beralasan belum bisa memenuhi tuntutan tersebut karena ada pihak-pihak lain yang juga mengaku memiliki hak atas tanah tersebut.
Kuasa hukum masyarakat pemilik lahan, Hasrin Rahim menilai, alasan lahan tumpang tindih itu hanya strategi perusahaan untuk mengadu domba masyarakat. Lantaran pihak yang mengklaim itu tidak pernah memberikan bukti yang sah.
"Bahwa lahan itu tumpang tindih itu asumsi mereka saja, intinya mereka (perusahaan) jadikan ini konflik, supaya nanti pembayaran itu diulur-ulur, seolah-olah masyarakat yang bermasalah. Padahal kalau pembuktian di lapangan orang-orang yang mengklaim itu tidak ada bukti, tidak ada hak kelola mereka," kata Hasrin pada media ini, Rabu (19/2/2025).
Hasrin mengaku masyarakat pemilik lahan memiliki bukti surat dan bukti fisik berupa tanam tumbuh, pondok di lokasi seluas 610 hektare, yang mereka kelola sejak 2001. Sedangkan pihak-pihak yang mengklaim adalah orang-orang yang tidak ada hak kelola.
"Mungkin ada mafia tanah di dalamnya. Pihak yang mengklaim itu jangankan di lapangan, secara kelolanya mereka tidak ada. Secara legalitas seperti yang kami punya sebagai referensi juga tidak ada sama sekali. Hanya sekadar mengklaim,” beber Hasrin.
Dia menambahkan, pihak perusahaan memang sudah membentuk tim. Namun dalam beberapa kali mediasi tidak mengerucut ke arah penyelesaian.
Sementara itu manajemen PT PDK yang diwakili Suparto Bungalo membantah anggapan warga yang menyebut pihaknya sengaja mengadu domba masyarakat terkait sengketa lahan.
Dia mengatakan, perusahaan bekerja atas izin resmi dari pemerintah. PT PDK juga sudah mengantongi izin operasi. Karena itu perusahaan dituntut segera melakukan penambangan.
Sementara untuk pembayaran ganti rugi menurut Suparto, memang belum dikabulkan karena ada tumpang tindih lahan dengan pihak lain.
"Phak pemerintah telah melakukan beberapa kali mediasi. Namun hingga saat ini pihak pokja juga belum mengeluarkan keputusan siapa saja yang memilik hak.
"Kalau kita bayar semua ke pihak pak Hasrin, apakah nanti bisa menjamin keamanan kegiatan kita, kan belum tentu juga. Lalu kalau kita berikan kepada kelompok yang lain itu apakah menjamin, makanya kita bentuk tim fasilitasi sebagai instrumen pemerintah untuk betul-betul melihat bahwa ini kondisi yang terjadi di lokasi PT PDK supaya bisa dapat kejelasan,” tambah Suparto.
Dia mengaku pihaknya menunggu tim pokja mengumpulkan bukti-bukti kepemilikan dari pihak yang saling klaim tersebut. Jika sudah clear, maka perusahaan akan memenuhi tuntutan sesuai kemampuan perusahaan.
"Kami tidak mau mengesampingkan hak-hak masyarakat, tetapi hak-hak masyarakat ini juga butuh pembuktian. Pembuktian ini wasitnya ada di pemerintah. Tidak bisa kami tiba-tiba langsung negosasi dengan salah satu kelompok pemilik tanah yang mengklaim lalu ada kelompok lain melakukan demonstrasi dan blokade di area kerja kami jadi itu sangat mengganggu," lanjut Suparto.
"Kalau terkait angka itu tentu dinamis tetapi kami menunggu hasil di tingkat pokja seperti apa," terang Suparto.
Terkait legalitas humas yang disoal Hasrin, Suparto mengatakan "Persoalan internal tdk usa dibhas diluar dan jlasx kita sbgi Humas px legalitas dan bgitu juga tmn2 lain..." kata Suparto.
"Buat apa juga sy tunjukkan legalitas, yg jlass dipercayakan diperusahaan dan ada legalitasx.." tutup Suparto