KASUS dengan dugaan pemalsuan surat yang kini membelit enam orang asal Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, menjadi perhatian banyak pihak. Pasalnya, dakwaan yang ditujukan terhadap ke lima orang masing masing, DD, MA, SU dan SU alias I tidak semestinya terjadi. Apalagi ditambah saksi SA yang turut ditahan adalah kepala kelurahan aktif di Kecamatan Batui.
Bagaimana mula kasus penerbitan SKT berujung pemalsuan dokumen bisa terjadi, berikut investigasi banggainesia.com
Pertanyaan pertama adalah bagaimana pemerintah kelurahan berani menerbitkan SKT diatas lahan yang belakangan disebut hak guna usaha (HGU).
Kasus bermula ketika Hi Djabar Dahari alias DD, 68 tahun, Warga Kelurahan Tolando, Batui melakukan gugatan perdata pada 4 bidang tanah yang berada dalam bekas areal HGU PT. Banggai Sentral Shrimp (BSS).
Gugatan ini berlangsung pada 2012. Dalam gugatan yang didaftar pada Kamis 30 Juli itu Djabar Dahari Dkk menggugat Pemerintah R.I Cq Kepala Badan Pertanahan Nasional Pusat, Tim Kurator PT. BSS (Dalam Pailit), PT. BSS, Pemerintah RI Cq Menteri Dalam Negeri, Kepala Kantor Sosial dan Politik yang sekarang Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Badan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Kabupaten Banggai, Kepala Kecamatan Batui, Kepala Kelurahan Sisipan dan Kepala Kelurahan Batui.
Hasil dari persidangan Djabar Dahari dinyatakan menang dan putusan incracht karena tak ada lagi banding sesudahnya.
Dengan putusan yang menggembirakan maka serta merta warga eks pemilik lainnya ikut merasakan kemenangan yang sama.
Alasan mereka, didalam putusan Nomor 44/Pdt.G/2012/PN. Luwuk turut memutus dan menyatakan dalam bunyinya.
'Menurut hukum sertifikat HGU No. 04/HGU/BPN/B51/94 yang dikeluarkan tergugat I (PT BSS-red) adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum'.
Petikan ini kemudian ditafsirkan bahwa HGU BSS jauh sebelum diakuisis Matra Arona Banggai telah dibatalkann.
Bermodal dalil pembatalan HGU, dengan kompak 164 orang eks pemilik lahan ramai-ramai mengajukan pembuatan Surat Keterangan Tanah (SKT) ke Pemerintah Kelurahan Sisipan.
Padahal saat itu sebagian besar mengetahui jika keputusan PN Luwuk hanya merujuk pada empat bidang tanah warisan Djabar Dahari, namun mayoritas eks pemilik keukeh dengan presepsi sendiri.
Sementara pihak kelurahan yang tidak memiliki bekal peta detail mengenai status lahan serta merta meng-amini pernyataan warga yang mengajukan pembuatan SKT. Yang tak diduga jika surat keterangan tanah tersebut menjadi petaka baru.
SA yang menjabat Sekertaris Lurah pada masa penerbitan SKT terpaksa ikut bertanggung jawab atas seluruh SKT yang ditanda tangani atasannya dimasa itu, Lurah Ardan Ali.
Ardan yang mangkat tak berapa lama kemudian akhirnya SA dilantik sebagai gantinya dengan jabatan Lurah Sisipan yang baru.
Dimasa tugas itu pergolakan meningkat, warga eks pemilik kembali menduduki lahan tambak udang dengan mendalilkan bahwa mereka memiliki legalitas keabsahan kepemilikan mendasari SKT yang sudah dipegang. Dan seiring waktu PT. MAB juga sudah ancang-ancang beroperasi.
Titik kejelasan status lahan mulai terkuak, SA-pun mulai gelagapan mengambil keputusan. Dirinya sebagai lurah berinisiatif mencari kejelasan informasi, mulai status HGU hingga petikan pembatalan HGU seperti yang tertuang dalam putusan ke PN Luwuk juga ditelusuri.
Setelah mengumpulkan informasi, walhasil SA memutuskan untuk membatalkan seluruh SKT yang berada di kompleks tambak udang.
Pembatalan itu dibuat dengan sebuah surat keputusan yang ditetapkan di Sisipan 20 Januari 2020, dan ditandatanganinya sebagai lurah aktif.
Namun demikian, surat pembatalan ini tidak banyak diketahui. Ada kemungkinan bersangkutan khawatir dengan sanksi sosial dari eks pemilik lahan.
Surat pembatalan itu baru muncul ketika dirinya bersama lima orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik di Polda Sulteng.
Sementara itu, hasil putusan PN Luwuk yang memenangkan Hi Djabar, mendapat sanggahan dari PT. MAB dan Kantor Pertanahan di Banggai.
Perkara pencantuman gugatan pada HGU dengan Nomor 04/HGU/BPN/B51/94 seperti yang tertuang Putusan Nomor 44/Pdt.G/2012/PN. Luwuk dianggap tak valid.
Alasannya, Pertanahan tidak menemukan objek HGU dengan nomor diatas. Olehnya dalam sebuah surat yang didapatkan Banggainesia, PT. MAB dalam sanggahannya menyebut gugatan yang dilakukan Hi Djabar Dahari adalah gugatan yang salah obyek alias eror in objecto.
Kini kasus ini terus bergulir, ke enam warga Batui terpaksa harus menjalani penahanan sebagai titipan kejaksaan.