Desa Slamet Harjo seolah menjadi ikon dataran Toili yang kini secara administratif masuk wilayah Kecamatan Moilong.
Desa ini begitu dikenal sebagai cikal bakal penempatan 138 kepala keluarga asal Jawa yang mengikuti transmigrasi di era Soekarno.
Tepatnya 1965 silam, rombongan transmigran tersebut ditempatkan pada barak yang berdiri ditepi aliran sungai Kayuku. Saat itu belum ada Slamet Harjo, tapi Unit 1.
Tapi tahukah anda, jika penamaan Slamet Harjo merupakan penggalan nama bagi pejabat di Dati II Banggai era 60-an.
Menurut sejumlah keterangan sumber dan berbagai referensi yang berhasil dihimpun Jurnal Banggai, 18 November 2021, mereka menuturkan asal muasal nama ini.
Mereka mengatakan Slamet Harjo adalah petikan dari dua tokoh yang dianggap berjasa pada jaman pembukaan lahan.
“Lek, Slamet iki, nama pak bupati, sedangkan Harjo, iku sing pengukuran,” tutur Mbah Legi (84).
Dari penelusuran itu diketahui tokoh Slamet yang dimaksud adalah R. Atje Slamet.
Beliau merupakan bupati ke dua diera pembentukan Kabupaten Banggai 1960, melanjutkan bupati sebelumnya Bupati Bidin.
Atje Slamet menjabat pada tahun 1963 hingga 1966.
Sedangkan Harjo, yang akrab dipanggil Pak Harjo dikatakan adalah salah satu pegawai yang mengepalai bidang pengukuran. Tak banyak referensi mengenai Pak Harjo.
Sedikit kutipan, pada 1965 urusan agraria telah dipisah dan dijadikan sebagai lembaga yang terpisah dari naungan menteri pertanian dan pada saat itu menteri agraria dipimpin oleh R.Hermanses. S.H.
Ada kemungkinan Harjo merupakan salah satu pegawai agraria di era tersebut.
Namun demikian, penamaan Slamet Harjo tidak lepas dari arti sesungguhnya pada kamus jawa Honocoroko, arti pada pelafalan nama tersebut adalah Desa yang Selamat dan Tentram (Hardja).