Rencana garapan sinema "Amanah di Tanah Adat", sebuah film yang berkisah tentang telur maleo pertama di Batui atau yang dikenal Tumpe mendapat penolakan keras dari sejumlah pihak. Pasalnya, garapan layar lebar yang dibiayai pemerintah daerah ini tidak pernah melibatkan para kreator atau tokoh muda adat setempat.
Subhan Adjadar salah satu pemuda Batui yang menekuni dunia sitkom sekaligus inisiator garapan layar lebar Tumpe mengaku sangat terpukul jika ide yang pernah di proposalkan kebeberapa pihak itu di caplok sepihak.
Dalam garapan ini jauh sebelumnya Subhan dan kawan-kawan telah melakukan riset dengan melibatkan kelompok-kelompok adat setempat.
"November 2019 ide pembuatan film ini dicetus yang melibatkan beberapa pemuda batui termasuk organisasi pemuda peduli adat Konau Institute. Kemudian kita riset pada awal 2020," sambungnya.
Aku Subhan pihaknya juga sudah mengeluarkan promo berupa trailer, namun tidak berselang lama pengisahan yang sama itu mulai ikut digagas pemerintah daerah melalui dua OPD yakni Dinas Pendidikan dan Dinas Infokom.
"Padahal saat itu kami sedang persiapan kelanjutan project, kami berupaya menghubungi beberapa pihak termasuk calon sponsor. Eh ternyata di Luwuk sudah jalan duluan tanpa melibatkan kami yg di Batui. Bahkan pertemuan pembuatan film dengan kisah yang sama sudah dilakukan tanpa sepengetahuan kami yang dibatui."
Rastam pemuda Batui lainnya ikut menimpali, jika memang ingin buat film silahkan cari kisah lain dan jauh dari Batui. "Kreatif dikit lah jangan main caplok ide orang lokal," tandasnya.
Kekecewaan yang sama juga di lontarkan Nasri Sei, tokoh muda adat Batui turut menyesalkan rencana tersebut. Nasri lebih tak terima ketika mendapat bocoran naskah atau skript dari film Amanah memasukan unsur percintaan. Hal itu diungkapkan Nasri pada media online Luwuk Times.
"Kami ingatkan, bicara Amanah itu, sakral bagi masyarakat Batui," ultimatum Nasri.